MAKALAH
ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK THAHARAH
Disusun oleh kelompak II
Ketua : Sya’ban Fitrah R.
Anggota : 1. M. Alifkah Mundi
2.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULAS TEKNIK
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang “ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK THAHARAH”
Dalam
penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, kita
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir
kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Makassar,
09 April 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………….i
Daftar isi …………………………………………………………………………..ii
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………………..1
A. Latar
belakang ………………………………………………………...1
B. Rumusan
masalah ……………………………………………………..1
C. Tujuan
………………………………………………………………...1
Bab II Pembahasan ………………………………………………………………..2
A. Pengertian
thaharah …………………………………………………...2
B. Dalil
– dalil thaharah ………………………………………………….2
C. Tujuan
thaharah ……………………………………………………….3
D. Pembagian
thaharah …………………………………………………..3
E. Alat
yang digunakan untuk thaharah ………………………………….4
F. Klasifikasi
air dan penggunaannya dalam bersuci ……………………6
Bab III Kesimpulan ……………………………………………………………….9
Daftar pustaka
…………………………………………………………………...10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Thaharah merupakan miftah (alat
pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut
tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu
maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat
pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja
harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil
melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah
syar’iah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian thaharah ?
2.
Bagaimana bunyi daill-dalil mengenai
thaharah?
3.
Tujuan thaharah ?
4.
Pembagian thaharah?
5.
Alat-alat yang digunakan untuk
berthaharah?
6.
Klafikasi air dan penggunaanya dalam
bersuci ?
C.
Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Kependidikan Islam
2. Menambah wawasan penulis dan
pembacanya mengenai thaharah
3. Untuk memahami cara-cara bersuci
yang dikehendaki oleh syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani
ibadah sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
THAHARAH
Thaharah menurut bahasa artinya
“bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas
dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang
membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.[1]
Atau thaharah juga dapat diartikan
melaksanakan pekerjaan dimana tidak sah melaksanakan shalat kecuali dengannya
yaitu menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis dengan air.[2]
Bersuci dari najis berlaku pada
badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan
airsuci dan mensucikan.
B. DALIL-DALIL
THAHARAN
Dalil-dalil
tentang thaharah, yaitu:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين . (البقرة : 122)
Artinya : sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci.
(Al-Baqarah : 122).
عن ابي سعيد الخدرى "الطهور
شطْرُ الإيْمَان" (رواه المسلم)
Artinya:
Kebersihan itu
sebagian dari iman
عن مُصْعَب بن سَعْدٍ, قال: دخل عبد الله بن عمر على ابن سعوده
وهو مريض فقال: الا تدعو الله لي, يا ابن عمر؟ قال: إنّي سمعتُ رسول الله صلى الله
عليه وسلّم, يقول: لا تقبل الصلاة بغير طهورٍ, ولا صدقة منْ غلولٍ وكنت على البصرة.
Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar
pernah menjenguk ibnu amir yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu
tidak mau mendo’akan aku, hai ibnu umar?”. Ibnu umar berkata: “saya pernah
mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: “Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima
begitu pula sedekah dari hasil korupsi”. Sedang kamu adalah penguasa bashrah”.[3]
C. TUJUAN
THAHARAH
Ada
beberapa hal yang menjadi tujuan disyariatkannya thaharah, diantaranya:
1.
Guna menyucikan diri dari kotoran
berupa hadats dan najis.
2.
Sebagai syarat sahnya shalat dan
ibadah seorang hamba.
Nabi Saw bersabda:
“Allah
tidak menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia
wudhu”, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji
orang-orang yang bersuci : firman-Nya, yang artinya : “sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya”.(Al-Baqarah:122)
Thaharah
memiliki hikmah tersendiri, yakni sebagai pemelihara serta pembersih diri dari
berbagai kotoran maupun hal-hal yang mengganggu dalam aktifitas ibadah seorang
hamba.
Seorang
hamba yang seanantiasa gemar bersuci ia akan memiliki keutamaan-keutamaan yang
dianugerahkan oleh Alloh di akhirat nanti. Thaharah juga membantu seorang hamba
untuk mempersiapakan diri sebelum melakukan ibadah-ibadah kepada Alloh. Sebagai
contoh seorang yang shalat sesungguhnya ia sedang menghadap kepada Alloh,
karenanya wudhu membuat agar fikiran hamba bisa siap untuk beribadah dan bisa
terlepas dari kesibukan-kesibukan duniawi, maka diwajibkanlah wudhu sebelum
sholat karena wudhu adalah sarana untuk menenangkan dan meredakan fikiran dari
kesibukan-kesibukan duniawi untuk siap melaksanakan sholat.
D. PEMBAGIAN
THAHARAH
Kita
bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian yang besar yaitu:
Taharah Hakiki dan Taharah Hukmi.
1.
Thaharah Hakiki
Thaharah
secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan
badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa
thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis. Seseorang yang
shalat yang memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing tidak sah
shalatnya. Karena ia tidak terbebas dari ketidak sucian secara hakiki.
Thaharah
secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel baik pada
badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibaadah ritual, caranya
bermacam-macam tergantuk level kenajisannya.bila najis itu ringan cukup dengan
memercikan air saja, maka najis itu dianggap sudah lenyap, bila najis itu
berat, harus dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila
najis itu pertengahan, disucikan dengan cara, mencusikanya dengan air biasa
hingga hilang warna najisnya, dan juga hilang bau najisnya dan hilang
rasa najisnya.
2.
Thaharah Hukmi.
الحكميه هي
التى تجاوز محل ما ذكر فى غسل الأعضاء عن الحدث فإنّ محل السبب الفرج. مثلا خرج
منه خارج[4]
Seseorang
yang tidak batal wudhunya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu, bila ia
ingin melakukan ibadah tertentu seperti shalat, thawaf dan lain-lainnya.
Demikian
pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah membersihkannya dengan
bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci
dari hadas besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi
secara thaharah secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik
memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci
untuk melakukan ibadah ritual. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan cara
wudhu atau mandi janabah.
E. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN UNTUK
BERTHAHARAH
1. AIR
Dalam ajaran islam diterangkan bahwa salah satu alat yang
dapat digunakan untuk thaharah adalah air. Bahkan sebelum orang dapat memakai
alat yang lain seperti batu,atau debu maka baginya terlebih dahulu dituntut
untuk menggunakan air sebagai alat thaharah yang paling utama. Namun dalam hal
ini tidak sembarang air untuk thaharah. Oleh karena itu, berikut ini
macam-macam airnya:
a). Air Mutlak
Yang dimaksud
air mutlak ialah air yang suci lagi mensucikan bagi yang lainnya. Artinya bahwa
air itu suci pada dirinya atau dzatnya,dan dapt mensucikan lainya, dan dapat
untuk bersuci.
b). Air
Mustakmal
Air mustakmal
ialah air bekas terpakai, yaitu yang telah dipakai untuk berwudlu atau untuk
mandi. Hukumnya air semacam ini tetap suci lagi mensucikan.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas r.a:”adalah Nabi pernah
mandi dengan air sisa Maimunah mandi”.
c) Air suci
tetapi tidak mensucikan
Yang dimaksud
ialah air yang dilihatdari dzatnya sendiri suci, semisal air kelapa. Air
seperti ini suci tetapi tidak dapat digunakan untuk menghilangkan hadast.
d)Air yang bernajis
Air bernajis ialah yang tercampur
dengan barang najis sehingga merubah salah satunya rasa,warna,dan baunya. Air
seperti ini tidak dapat digunakan untuk thaharah.
2.DEBU
Bagi
seorang yang berhalangan mempergunakan air karena suatu sebab, apakah halangan
itu berupa penyakit yang tidak boleh terkena air ataukah tidak memperoleh air
yang memenuhi syarat agama sedang waktunya sudah masuk waktu shalat, maka
baginya diperkenakan menggantinya dengan debu.
Pengertian
tanah yang baik yaitu debu yang bersih, yang tidak bercampur dengan najis. Debu
semacam ini banyak ditemukan di berbagai tempat di sekitar kita.
3.BENDA PADAT
Benda
padat yang suci dari asalnya lagi pula
tidak terkena najis semisal batu, bata merah, tanah padat, kayu kering,
kertas,tissue dll. Benda tersebut dapat digunakan untuk bersuci menghilangkan
najis setelah buang air kecil maupun besar lantaran tidak mendapatkan air.
F.
KLASIFIKASI AIR DAN PENGGUNAANYA
DALAM BERSUCI
1. Air mulak (air yang suci
lagi mensucikan)
Tidak
boleh dan tidak sah mengangkat hadas dan menghilangkan najis melainkan dengan
air mutlak.[6]
Air mutlak
itu ada 7 jenis, yaitu:
1. Air hujan
2. Air laut
3. Air sungai
4. Air sumur
5. Air yang bersumber (dari
mata air)
6. Air es
7. Air embun.[7]
Ketahuilah
tidak sah berwudu dengan fardhu, mandi wajib, mandi sunnat, menghilangkan najis
dengan benda cair seperti cuka atau benda beku lainnya seperti tanah dalam
bertayamum ..
Air mutlak mempunyai tiga sifat , yaitu :
1)
Tha’mun (Rasa)
2)
Launun (Warna)
3)
Rihun (Bau)
Dan kalau dikatakan air itu berubah
maka yang dimaksudkan ialah berubah sifatnya, air mutlak itu terkadang berubah
rasanya, warnanya, atau baunya sebab dimasuki oleh sesuatu benda dan benda yang
masuk kedalam air itu kadang-kadang mukhlath dan kadang-kadang mujawir,
Menurut istilah, para ulama berbeda
pendapat sebagian mereka mengatakan “ Al-mukhtalat itu ada yang tidak dapat
diceraikan dari air”.
Dan sebagian lagi mengatakan
“Al-Mukhtalat itu barang yang tidak dapat dibedakan air menurut pandangan
mata”.
Kalau air berubah dengan sesuatu
benda yang mujawir yang, cendana, minyak bunga-bungaan, kapur barus yang keras,
maka air itu masih dianggap suci yang dapat dipakai untuk ber bercuci, sekalipun
banyak perubahannya. Karena perubahan yang sesuatu mujawir itu, ia akan menguap
jua. Karena itu air yang seperti ini dinamakan air yang mutlak, ban
dingannya air yang berubah karena diasapkan dengan dupa atau berubaah baunya
karena berdekatan dengan bangkai. Maka air yang seperti ini masih
dianggap air yang suci dan dapt dipergunakan untuk bersuci, baik berubah
sifatnya.[8]
2. Air suci tidak mensucikan
air yang berubah sebab bercampur
dengan benda-benda suci lainnya (seperti teh, kopi, dan sirup)[9].
Misalnya juga dengan sabun, tepung, dan lain-lain yang biasanya terpisah dengan
air. Hukumnya tetap menyucikan selama kemutlakan nya masih terpelihara, jika
sudah tidak, hingga tidak dapat lagi dikatakan mutlak maka hukumnya ialah suci
pada dirinya sendiri, tidak menyucikan bagi lainnya.[10]
3. Air
Mutlak yang Makruh memakainya (air yang suci lagi mensucikan tetapi makruh
memakainya)
Air yang makruh memakainya menurut
hokum syara’ atau juga dinamakan kahariyatut tanzih ada delapan macam , yaitu:
1. Air yang sangat panas
2. Air yang sangat dingin
3. Air yang berjemur
4. Air di negeri Tsamud selain
dari air sumur naqah
5. Air di negeri kaum Luth
6. Air telaga Barhut
7. Air didaerah Babel dan
8. Air ditelaga Zarwan[11]
4. Air musta’mal
Air musta’mal adalah air yang bekas dipakai (dipakai
berwudhu atau mencuci najis) atau air yang sudah digunakan untuk
menghilangkan hadas atau najis, kalau memang tidak berubah dan tidak bertambah
timbangannya. Jadi airnya suci.
5. Air yang terkena
najis
Air najis adalah air yang kemasukan
benda najis dan air itu kurang dua kolah, atau air itu ada dua kolah tetapi
berubah.[12]
Maksudnya air yang kemasukan benda najis didalamnya, andai kata air tersebut
hanya tertulari bau busuk dari najis yang dibuang dipinggirnya maka air yang
demikian ini tidak najis, sebab tidak bertemu langsung dengan najisnya. Dan
yang dimaksud dengan berubah andai kata air yang banyak tersebut tidak berubah
dengan adanya najis atau najisnya hanya sedikit dan hancur dalam air maka air
yang demikian ini juga tidak najis. Dan seluruh air itu boleh digunakan menurut
mazhab yang shahih.[13]
BAB III
KESIMPULAN
Thaharah merupakan salah satu ibadah
yang disyariatkan oleh Alloh kepada hamba sebelum melakukan ibadah yang lain.
Thaharah hanya dilakukan dengan sesuatu yang suci dan dapat menyucikan.
Thaharah juga menunjukan bahwa sesungguhnya islam sangat menghargai kesucian
dan kebersihan sehingga diwajibkan kepada setiap muslim untuk senantiasa
menjaga kesucian dirinya, hartanya serta lingkungannya. Hal ini dibuktikan
dengan bab thaharah adalah bab pertama yang dibahas dalam setiap kitab fiqih
yang ada.
Waullahu ‘Alam
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Moch, Fiqih
Islam Tarjamah Matan Taqrib, Bandung: PT Alma’arif, 1987
H. Muqarrabin, Fiqih awam, Demak:
Cv. Media Ilmu, 1997,
Mushtafa,
Abid Bishri, Tarjamah Shahih Muslim, Semarang: CV Asy-Syifa, 1993
Al-Gazzi
Ibnu Qosim, Hasiyah Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, Baerut: Dar Al-Fikr,
2005
Hasan bin Ahmad
bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil Mufidah, Surabaya:
Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006
Abu Bakar Imam Taqiyuddin, Bin
Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar, Surabaya: Bina Imam, 2003
Muhammad Arsyad Al-Banjari Syekh, Sabilal
Muhtadin, (Surabaya: PT Bina Ilmu)
[1] H. Moch. Anwar, Fiqih
Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987) Hal 9
[2] Al Ust. H Muqarrabin, Fiqih
awam, (Demak: Cv. Media Ilmu, 1997), Hal
[3] Abid Bishri mushtafa, Tarjamah
Shahih Muslim, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1993) juz 1. Hal 325
[4] Ibnu Qosim Al-Gazzi, Hasiyah
Asy-Syekh Ibrahim Al-Baijuuri, (Baerut: Dar Al-Fikr, 2005) juz 1, hal 34.
[5] Hasan bin Ahmad
bin Muhammad bin Salim Al-Kafi, Taqrirqtus Sadidah Fi Masailil Mufidah, (Surabaya:
Dar Al-Ulum Al-Islamiyah, 2006) hal 56
[7] H. Moch. Anwar, Long Cit
[8] Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Ibid.
21
[9] H. Moch . Anwar, Op Cit,
hal 10
[10] Said Sabiq, fiqh Sunnah 1, (Bandung:
PT Alma’arif, 1973) juz 1
[11] Syekh Muhamad Arsyad Al-banjari, Ibid,
Hal 25
[12] Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin
Muhammad Alhusaini , Kifayatul Akhyar, (Surabaya: Bina Imam, 2003) Juz
1,Hal 19
[13] Imam Taqiyuddin Abu bakar Bin
Muhammad Alhusaini, ibid, Hal 21.
Seminole Hard Rock Hotel & Casino, Robinsonville, MS - Mapy
BalasHapusGet directions, 포항 출장샵 reviews 서울특별 출장마사지 and information for Seminole Hard Rock Hotel & Casino, Robinsonville, 남원 출장안마 MS. Rating: 3.1 · 의정부 출장마사지 4 reviews 천안 출장마사지